IndahnyaIslam | Pada abad ke-3 SM (sebelum Masehi, lahirnya Nabi Isa) Alexander Agung dari Macedonia (Yunani) mengalahkan Darius (Raja Persia kuno) pada pertempuran di Arbela (Iraq). Alexander datang dengan tidak menghancurkan peradaban dan kebudayaan Persia, tetapi sebaliknya ia berusaha untuk menyatukan kebudayaan Yunani dan Persia. Ia sendiri mulai berpakaian secara Persia dan orang-orang Persia
banyak yang diangkatnya menjadi pengiring-pengiringnya. Ia kawin dengan
Statira, anak Darius dan pada waktu itu juga 24 dari
jenderal-jenderalnya dan 10.000 prajurit kawin atas anjurannya dengan
wanita-wanita Persia di Susa.
Alexander Agung juga menaklukkan Pharao kerajaan Mesir kuno dan membangun kota pelabuhan Alexandria (Iskandariah) sebagai ibukota Propinsinya di Mesir.
Alexander Agung dengan tentaranya dari bangsa Persia juga berhasil menaklukkan anak benua India. Kaum penakluk inilah yang dikenal sebagai ras Arya yang berkasta paling tinggi (brahmana) dalam agama Hindu di India.
Pada
setiap daerah yang ditaklukkan Alexander Agung tidak serta merta
menghancurkan budaya asli bangsa yang ditaklukkan dan memaksakan budaya
dan alam pikiran Yunani kepada penduduk taklukan. Alexander Agung lebih
berusaha mencampur unsur budaya Yunani dengan unsur asli bangsa yang
ditaklukkan. Pencampuran budaya Yunani dengan budaya lokal itu
melahirkan budaya baru yang dikenal sebagai Hellanisme. Inti Hellanisme
adalah filsafat Yunani Kuno (Ajaran Plato, Aristoteles) yang disesuaikan
dengan filsafat lokal (Persia, Mesir, India).
Ketika
muncul agama Nasrani, pada abad pertama Masehi mulanya agama Nasrani
belum begitu berkembang dan mendapat banyak pengikut. Ketika Kaisar
Konstantin dari Romawi Timur memeluk Agama Nasrani pada abad ke-3 Masehi
barulah agama Nasrani berkembang dengan pesat ke seluruh negeri dalam
wilayah kekuasaan Imperium Romawi termasuk kota-kota pusat study
hellanisme seperti Iskandariah (Mesir), Antioch (Syria), Jundisapur
(Iraq). Maka filsafat Yunani pun mempengaruhi faham theologi agama
Kristen yang mengkristal menjadi faham Trinitas yang merupakan buah
pikiran Paulus, yang sebenarnya bukan salah seorang Hawari (murid setia
pengikut Yesus).
Pada
masa khalifah Abu Bakar, Panglima Khalid bin Walid berhasil menaklukkan
Irak. Pada masa Khalifah Umar, Panglima Abu Ubaidah berhasil
menaklukkan Syria, Panglima Saad bin Abi Waqash berhasil menaklukkan
Persia, Panglima Amr bin Ash berhasil menaklukkan Mesir. Pada masa
Khalifah Usman bin Affan, Panglima Utbah bin Nafi’ berhasil menaklukkan
Maghribi (Maroko, Aljazair, Tunisia). Pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Dinasti Umayyah, Panglima Muhammad Al-Qasim berhasil menaklukkan Afghanistan, Pakistan dan sebagian anak benua India.
Pada
negeri-negeri taklukkan itu penduduknya telah mempunyai peradaban dan
kebudayaan yang cukup maju peninggalan peradaban Hellanisme Alexander
Agung. Mau tidak mau kaum Muslimin terlibat interaksi langsung dengan
peradaban-peradaban tersebut, maka sebagian peradaban dan pemikiran
Yunani, Yahudi, Nasrani, Persia, India tersebut sedikit banyak
mempengaruhi pola pemikiran dan akidah kaum muslimin. Apalagi sebagian
besar penduduk negeri-negeri taklukan tersebut kemudian menjadi pemeluk
agama Islam.
A. Filsafat Yunani
Ciri
khas filsafat Yunani adalah pemikiran bebas yang tidak terikat oleh
agama. Jiwa filsafat Yunani adalah mengamati, memikirkan dan merenungkan
segala sesuatu berdasarkan rasio (akal).
Neo Platonisme
Plato
adalah seorang filsuf Yunani Kuno yang utama, guru dari Aristoteles.
Ajaran dan pemikiran Plato dibahas dan dihidupkan kembali oleh
tokoh-tokoh Neo-Platonisme seperti Plotinus (204-270 M), Malchus (
232-304 M), Proclus (412-485 M) dan lain-lain.
Faham
ajaran Plotinus yang terpenting adalah membahas Trinitas yaitu : The
one, spirit dan soul. Menurut Bertrand Russell, ketiga oknum itu sebagai
satu kesatuan. The One (yang Esa) itu kadang disebut sebagai God
(tuhan) kadang disebut sebagai Good (Yang Maha Baik) yang sulit
diberikan definisi, batasan dan predikat padanya, tetapi dinyatakan
bahwa “Dia ada”.
Yang
Esa adalah mutlak, spirit datang kemudian dan soul yang terakhir. Tuhan
tidak bisa dikatakan sebagai segala-galanya karena Tuhan mengatasi
segala-galanya. Yang Esa dapat hadir melalui segala sesuatu tanpa usaha
untuk datang. Tuhan tidak berhajat kepada hasil ciptaanNya dan
mengabaikan dunia.
Oknum
yang kedua adalah Spirit (akal) yang merupakan gambaran dari Tuhan, dia
diciptakan dari sebab Yang Esa dalam mencari diriNya, mempunyai
penglihatan dan pengliahatan itulah yang disebut spirit. Dalam hal ini
yang melihat dan yang dilihat adalah sama sebagaimana yang diajarkan
oleh Plato. Diumpamakan dengan matahari maka pemberi sinar dan yang
disinari adalah sama. Jadi spirit adalah sebagai sinar yang dipakai oleh
Yang Esa untuk melihat diriNya.
Oknum
ketiga adalah soul, menduduki peringkat terendah. Soul walaupun berada
dibawah spirit tetapi ia perencana dari segala sesuatu yang hidup,
melimpahkan matahari, planet-planet dan seluruh alam semesta. Soul
mempunyai dua aspek, yang pertama berupa roh batin yang menujuku kepada
spirit dan yang kedua roh yang menuju hal-hal yang diluar, dalam mana
turun berjenjang sampai kepada alam inderawi sebagai gambaran dari
padanya.
Plotinus
berkeyakinan bahwa benda-benda langit adalah wujud-wujud percikan
(emanasi) Tuhan. Dalam hal bagaimana soul dapat ber emanasi menjadi alam
semesta tidak lain adalah karena rindu (eros) kepada spirit.
Soul
mempunyai keinginan yang kuat terhadap susunan yang indah yang pernah
ia lihat dalam intelektual spirit (akal intelek). Menurut Plotinus tubuh
adalah tidak kekal, sedangkan roh itulah yang kekal dan ia bukan
merupakan bentuk tetapi esensi yang abadi.
Bagi
roh yang didatangi Tuhan menjadikan roh itu bercahaya, yang dengan
cahayanya itu pula dapat sampai menuju kepada Tuhan. Bagaimana caranya
untuk bisa terjadi demikian ? Plotinus menyatakan “supaya kita putuskan
hubungan dengan segala sesuatu kecuali kepada-Nya”. Dengan berbagai
usaha agar dapat roh keluar dari badan terutama melalui “ekstasi”,
akhirnya Plotinus mengalami keberadaan roh diluar tubuh sebagaimana
dituturkan dalam bukunya “Enneads”.
The
One disamakan dengan Allah, Spirit disamakan dengan Yesus yang
mengandung segala form (bentuk-bentuk) dan kemudian soul yang merupakan
hubungan antara spirit dan alam semesta. Ketiga unsur itu masing-masing
suci dan disebut “Trinitas”.
Faham
Neo-Platonis itu mewarnai seluruh karya Theologia Aristoteles, karangan
yang terdiri kutipan-kutipan yang disandarkan kepada Aristoteles, tanpa
diketahui siapa pengarang yang sebenarnya dan sampai ketangan kaum
Muslimin pada abad ke-9 Masehi.
Gnosticisme
Berasal
dari kata yunani Gnosis yang artinya “pengetahuan rahasia” yang dalam
bahasa Arab disebut ghunusiyah yang bermakna al-ma’rifah al-ilahiyah
atau ilmul asrar. Lahirnya gnosticisme tidak dapat dipastikan waktunya,
tapi Philo Judaeus (30-5- M) telah mengembangkannya dengan agama Yahudi.
Dapat dikatakan kelahiran gnosticisme sebagai gerakan filsafat ketika
akhir zaman Yunani kuno dan permulaan zaman Masehi.
Menurut
faham gnosticisme, Tuhan berada pada tingkat tertinggi, wujud terpisah
(transedent) dengan alam materi. Adanya wujud materi bersumber dari
Tuhan. Dari Tuhan pertama kali terbit aeon positip dan aeon negatip.
Dari kedua aeon yang berlawanan itu lahirlah aeon-aeon lainnya hingga
sampai kepada 30 aeon-aeon (pleroma) yang selanjutnya menjadi dasar alam
(spirit) dan melahirkan sophia (hikmah). Dari perkembangan yang
berjenjang turun akhirnya sampai kepada alam materi.
Dari
aeon-aeon pertama dan seterusnya, ketika terpisah dengan Tuhan, timbul
rindu dan ingin kembali kepada Tuhan. Aeon-aeon itu dapat kembali kepada
Tuhan kalau suci dan bersih dari segala bentuk noda dan dosa. Dari
aeon-aeon positip yang bersih dan suci itu melahirkan alam spirit dan
aeon-aeon negatip yang kotor dan penuh dosa itu tidak dapat kembali
kepada Tuhan dan daripadanya timbul alam materi.
Para pengikut gnosticisme memiliki ajaran atau doktrin bersifat rahasia. Diantaranya ajaran-ajarannya antara lain :
a. Tuhan adalah akal (God is intelect).
b. Hubungan dengan Tuhan cukup dengan akal melalui ma’rifah ilahiyah tanpa perlu dengan ritual ibadah.
c. Keselamatan dan kebajikan lebih baik diperoleh dengan ma’rifah ilahiyah daripada melalui agama itu sendiri.
d. Ma’rifah ilahiyah itu didapat oleh orang-orang yang tertentu saja.
e. Manusia dapat bersatu dengan Tuhan.
Perkembangan
dan intergrasi gnoticisme memuncak dalam pemikiran filsuf Kristen yang
dikenal dengan Marcion (144 M). Menurut pandangan mereka, diri Yesus
sendiri dilambangkan sebagai pusat gnosis, diri yang mempersatukan
antara yang mengetahui dan yang diketahui, antara material dan spiritual
dan hanya Yesus sendiri saja yang bersatu dengan Tuhan. Tetapi dalam
perkembangan selanjutnya gnosis dapat pula dilimpahkan Tuhan kepada
orang-orang tertentu disetiap waktu dan jaman.
B. Majusi / Zoroaster
Merupakan
ajaran Zarathustra yang lahir 258 tahun sebelum Iskandar Agung atau
sekitar abad ke-6 SM. Pokok ajarannya terkandung dalam kitab suci Zean
Avesta (zean = penjelasan, avesta = hukum). Zarathustra mengajarkan
adanya dewa-dewa yang terbagi dua bagian, yang tertinggi Ahura Mazda
(Ormudz) adalah Tuhan Terang (Lord of Light) memancarkan Vaho Manah
(pikiran baik), Asha Vahista (keadilan tertinggi), Khashathra Vairya
(kerajaan Tuhan), Spenta Aramaiti (kebaktian saleh), Haurvatat
(keselamatan) dan Ahriman (Agramanyu) adalah tuhan gelap (spirit of
evil) memancarkan berbagai sifat kejahatan dan keburukan. Peperangan
antara kedua golongan dewa tersebut menimbulkan konsepsi tentang
kejadian alam (kosmogini) dan eschatologi.
Salah
satu aliran yang besar pengaruhanya adalah aliran Manes (Manichanism
school) yang dikalangan theologi Islam dikenal dengan sebutan kaum
zindik. Manes hidup sekitar pertengahan abad ke-3 SM. yang kemudian
mengaku dirinya sebagai Nabi pembaharu agama Zoroaster. Didalam
ajaran-ajarannya tampak pengaruh Budhisme dan Gnoticisme dengan bertitik
tolak dari dualisme zoroaster. Yang terpenting dari ajarannya adalah
pemberian arti kerohanian dari pergulatan antara terang dan gelap dalam
ajaran zoroaster tersebut.
Dalam
rangka pengertian kerohanian itulah pengikutnya diwajibkan untuk
bertapa dan berlaku zuhud, tidak boleh kawin, berpuasa terus-menerus
paling tidak 7 hari dalam sebulan, bersembahyang terus menerus dan
sekurangnya 12 kali sujud kepada matahari terbit sebagai lambang dari
dewa Ahura Mazda, tidak menyembelih binatang dan meninggalkan dunia
ramai. Pertarungan antara yang baik (terang) dengan yang buruk (gelap)
dalam diri seseorang mengharuskan semua ketentuan ini dilaksanakan dan
akhirnya jiwa harus dapat mengalahkan keburukan (kegelapan).
C. Filsafat India
Anak benua India
ditaklukkan oleh Jendral Muhammad Al-Qasim atas perintah Hajjaj bin
Yusuf, panglima Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Bani Umayyah.
Penduduk India sudah menganut agama Hindu dan Budha. Bangsa India juga sudah terpengaruh budaya Hellanisme ketika seelumnya pernah ditaklukkan oleh Alexander Agung.
Hinduisme
Menurut
ajaran Hindu, konsepsi tentang diri (self) merupaka sesuatu yang
menarik. Diri itu adalah sesuatu yang abadi, tidak dilahirkan dan tidak
pernah mati, merupakan konsepsi yang jelas tampak dalam Weda dan
Bhagawat Gita. Setiap diri (self) selalu identik dan bersifat tetap.
Disamping diri, dimiliki macam ragam hal dan keadaan yang tidak tetap
dan selalu berubah, dan ini bersumber dari pengalaman. Dalam hubungannya
dengan jagad raya, ia bersumber dari yang tidak berubah, mutlak dan
universal dalam bentuk kenyataan yang dijumpai dalam kekhususan yang
mempunyai banyak ragam bentuk dan sifatnya yang selalu berbah dan
saling bertentangan. Diantara diri dan dan pengalaman alamiah itu
manusia meski mendirikan kehidupan. Dalam hal ini, masih banyak yang
belum diketahuinya dan filsafat India mengangkat masalah ini dalam filsafat maya. Filsafat India
menyatakan bahwa dalam memecahkan masalah maya, hendaknya jangan
melalui kemampuan rasio, tapi menggunakan batin. Sebagaimana Plato dan
Kant di dunia Barat, maka Nagarjuna dan Samsara dari India
menyatakan bahwa pikiran (rasio) kita hanya bersangkut paut dengaan
hal-hal yang relatif dan tidak berkaitan dengan hal yang mutlak.
Meskipun ada wujud yang mutlak itu tidak diketahui melalui ratio namun masih bias dirasakan dan
kemudian dipecahkan melalui perasaan. Ada (wujud) dan diri (self)
adalah kesatuan kenyataan dari yang paling rahasia dan paling mendalam
dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali diri itu sendiri.
Inilah
pokok-pokok pikiran wihdatul wujud dalam alam pikiran Advaita yang
dianut oleh Gaudapada dan Samkara. Dari pokok pikiran itu berkembang
lebih lanjut bahwa dunia adalah kesamaan yang telah menjadi perbedaan.
Yang satu tidak terasing dari yang lainnya, sedang Tuhan adalah tempat
yang paling dalam, pangkal kebersamaan semesta. Dunia adalah bentuk
lahir daripadanya.
Kitab-kitab
Upanisad, Veda, Baghawat Gita penuh dengan pikiran-pikiran Wahdatul
Wujud, Inkarnasi dan Reinkarnasi roh dan sebagainya. Dari
pikiran-pikiran itu menunjukkan bahwa alam semesta itu bukan dijadikan
dari tidak ada menjadi ada (creatio ex nihilo) tetapi ia berasal dari
sesuatu yang sudah ada hanya mengalami perubahan bentuk. Ia
menggambarkan bahwa alam semesta ini tidak ubahnya seperti sebuah besi
yang amat pijar membara dalam api yang begejolak mengeluarkan cahaya dan lentingan-lentingan bara. Dunia
ini adalah sebiji lentingan bara dari besi pijar tersebut, maka alam
semesta ini bukanlah dijadikan dari tidak ada menjadi ada tetapi
merupakan limpahan daripadaNya. Pemikiran itu diungkapkan oleh filsuf
Muslim yaitu Al-Biruni (440 H/1048 M) dalam alam pikiran Islam dalam
bukunya Tahqiq ma lil hindi min Maqulah dan Al-Itsarul Baqiyah.
Disamping
itu diterjemahkan juga Siddarta dari Brahmagupta, suatu risalah tentang
Astronomi yang dilakukan oleh Fazari yang kemudian memainkan peranan
penting dalam perkembangan Astronomi dalam Islam. Sejak Abu Ja’far
Al-Mansyur berkuasa, telah dilakukan penerjemahan berbagai buku tentang
medis India dan lain-lain bidang ilmu, terutama pada masa menteri Yahya Al-Barmaki.
Budhisme
Filsafat
Budhisme menitik beratkan ajarannya untuk selalu berperilaku baik,
berpikiran dan berniat baik, melakukan meditasi, mengekang keinginan
hawa nafsu agar jiwa manusia lepas dari samsara (keinginan-keinginan
rendah) untuk mencapai nirwana yaitu suasana batin yang damai, lepas
dari pengaruh semua keinginan-keinginan.
{ 0 komentar... Skip ke Kotak Komentar }
Tambahkan Komentar Anda